Revisi UU MK, Arsul Sani Pertanyakan Usul Tambah Kewenangan Uji Formil pada MK

30-03-2023 / KOMISI III
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani. Foto: Jaka/nr

 

Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mempertanyakan usulan penambahan kewenangan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dapat melakukan uji formil dan melakukan judicial review atas Perpu dalam upaya revisi UU MK. Menurutnya, hal ini tidak sesuai dengan amanah UUD 1945, yang hanya memberikan kewenangan MK berupa uji materi terhadap suatu perkara.

 

”Jadi buat saya pribadi, tidak masalah seandainya MK itu punya kewenangan melakukan judicial review atas Perpu, kemudian juga uji formil. Persoalannya yang saya baca, dalam risalah-risalah pembahasan amandemen undang-undang dasar, desain MK kita itu untuk uji materi, bukan uji formil,” jelas Arsul Sani dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja RUU tentang Perubahan Keempat UU MK, di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis, (30/3/2023).

 

Dalam RDPU yang juga turut menghadirkan para mantan Ketua MK, seperti Jimly Asshidiqie, Hamdan Zoelva, dan Maruarar Siahaan ini, Arsul Sani menjelaskan jika kewenangan itu ingin ditambahkan, maka terlebih dahulu harus melakukan amandemen terlebih dahulu pada UUD 1945. Diketahui, RUU MK ini merupakan usul inisiatif DPR RI pada Februari 2023. Usulan perbaruan Undang-Undang MK ini merupakan yang keempat kalinya sejak berdirinya MK 2003.

 

”Kalau kita mau konsisten berkonstitusi, tertib berkonstitusi, dalam hemat saya ubah dulu konstitusinya. Tapi tidak bisa kemudian MK memperluas kekuasaan kewenangan kelembagaannya dengan putusan, persoalannya ada di situ buat saya. jadi saya tidak anti, kalaupun ingin disepakati ya amandemen dulu,” terang Politisi Fraksi PPP ini.

 

Lebih lanjut, Arsul Sani lebih mengusulkan bahwa perlu ditambahkannya asas nemo judex in causa sua (asas yang menyatakan bahwa tidak seorang pun dapat menjadi hakim yang baik dalam perkaranya sendiri) dalam pasal-pasal yang berpotensi menguntungkan hakim MK.

 

”Contoh misalnya terkait dengan itu tadi pengawasan KY. Nah itu kan kemudian mengandung pertanyaan juga, itu bukannya kemudian melanggar asas Asas nemo judex in causa sua. Itu persoalan-persoalan yang harus kita Jawab jadi saya secara itunya nggak masalah,” tambah Legislator Dapil Jawa Tengah X ini.

 

Diakhir, Arsul meminta setiap hakim MK haruslah seorang yang negarawan, dan tidak membuat putusan yang bersifat standar ganda. ”Coba kita lihat sisi pendapat MK terhadap keputusan mengenai the meaningfull public participation di uji formil UU ciptaker dengan diuji formil UU MK itu beda. Revisi UU MK yang terakhir itu, tahun 2020 itu nol public participation nya, dibandingkan dengan UU Ciptaker, masih jauh UU Ciptaker. tapi karena menyangkut kepentingan Hakim MK itu sendiri kemudian ini tidak dinyatakan konstitusional bersyarat sedangkan yang ciptaker dinyatakan konstitusional bersyarat, itu yang menjadi konsen saya,” tutupnya. (we/aha)

BERITA TERKAIT
Hindari Polemik Sabotase, Gus Abduh Minta Kepolisian Usut Tuntas Kebakaran di Kementerian ATR
10-02-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Abdullah meminta pihak kepolisian turun tangan dalam menangani kebakaran gedung Kementerian ATR/BPN....
Komisi III Dorong Masukan KY dalam Penyusunan RUU KUHAP
10-02-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengungkapkan bahwa Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) sangat...
Surahmat Hidayat Minta Kepolisian Usut Tuntas Kasus Pesta Gay di Jaksel
08-02-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Surahman Hidayat mengapresiasi kesigapan Polri dalam pengungkapan kasus pesta seks gay yang...
Langgar Kesusilaan, Rudianto Lallo Desak Polri Usut Ipda YF secara Pidana
07-02-2025 / KOMISI III
PARLEMENTARIA, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Rudianto Lallo menyoroti dugaan kasus aborsi yang melibatkan seorang anggota Polda Aceh,...